Aborsi adalah sebuah tindakan mengakhiri kehamilan
sebelum janin/bayi mampu hidup mandiri di luar tubuh ibunya, sehingga dengan
kata lain, dengan tindakan aborsi, tidak akan lahir seorang bayi dengan selamat.
PROSEDUR ABORSI
Kuret (sedot)
Metode ini adalah metode yang paling
banyak digunakan di seluruh dunia. Pelaksanaannya diawali dengan bius lokal,
yaitu pada daerah serviks. Sebuah spekulum dimasukkan ke dalam vagina, bius
disuntikkan pada bibir serviks, dan kemudian serviks direnggangkan. Ketika
serviks telah cukup membuka, sehingga dokter bisa mencapai rongga rahim, maka
cannula dimasukkan. Cannula ini ujungnya terhubung dengan aspirator (mesin
penyedot). Cannula diputarkan di rongga rahim dan jaringan di rahim beserta janin disedot
keluar. Kadang kala, bersama cannula, digunakan juga forceps untuk menyedot bagian
tubuh janin, yaitu tulang belakangnya. Proses selesai ketika sudah tidak ada
lagi jaringan yang tersedot (mengalir keluar). Kadangkala dokter melakukan scrab pada lapisan dinding rahim sesudah
penyedotan selesai. Ketelitian dan kehati-hatian memang sangat dituntut guna
menghindari robeknya rahim yang dapat mengakibatkan pendarahan. Peradangan juga
dapat terjadi jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian tubuh janin yang
tertinggal di dalam rahim. Pendarahan atau peradangan inilah yang disebut
komplikasi paska-aborsi. Jika fatal, bisa berakhir pada operasi pengangatan
rahim. Metode kuret ini hanya dilakukan untuk aborsi pada kehamilan trimester
pertama, atau sebelum kehamilan berusia 12 minggu.
Meminum obat (oral medication)
Metode ini digunakan untuk menggugurkan
janin pada awal kehamilan, yaitu dengan meminum obat jenis mifepristone. Obat
ini bekerja dengan menghambat produksi dan mempengaruhi kinerja hormon
progesteron. Hormon progesteron dibutuhkan untuk mempertahankan kehamilan pada
usia awal. Ketika hormon progesteron kurang atau tidak bekerja dengan baik,
maka rahim berkontraksi, lapisan endometrium tidak bersahabat dengan embrio
yang sedang menempelkan diri, dan serviks melunak mendorong proses penyingkiran
embrio (peluruhan). Sekalipun proses aborsi dengan metode ini seolah-olah lebih
alami, namun wanita merasakan keluarnya embrio dari jalan lahir (hal ini tidak
dialami pada prosedur aborsi kuret), dan meskipun pada saat ini embrio masih
sangat kecil, wanita masih bisa mengenali sesosok tubuh pada gumpalan darah
yang keluar tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari shock atau trauma atas hal ini, disarankan agar wanita
mempersiapkan diri dengan mengetahui gambaran embrio dengan ukuran yang
sebenarnya pada usia kehamilannya.
Dilation and Evacuation (D&E)
Metode ini adalah metode yang digunakan
apabila masa kehamilan telah melewati trimester pertama (ketika pasien
terlambat mengambil keputusan aborsi). Pada metode ini, secara umum pasien
mengalami prosedur pembukaan serviks (dilation) sebagai persiapan operasi
selama 1-2 hari. Operasi dilakukan dengan memasukkan spekulum yang ukurannya
sesuai dengan ukuran janin dan forceps. Bagian tubuh janin dijepit secara acak
dan ditarik keluar. Umumnya dokter menggunakan USG agar dinding rahim tidak
ikut terjepit dan terobek. Oleh karena prosedurnya dilakukan dengan menarik
secara acak bagian tubuh janin, biasanya bagian tubuh janin menjadi robek dan
tidak utuh lagi, melainkan terpisah-pisah, dan karenanya, dokter harus
melakukan beberapa kali pengambilan hingga semua bagian tubuh terambil dari
uterus. Bagian tengkorak janin biasanya dihancurkan terlebih dahulu agar mudah
dikeluarkan. Kemudian plasenta yang tertinggal disedot.
Metode ini paling berbahaya, karena
darah yang keluar lebih banyak, dan wanita yang menjalaninya lebih berisiko
mengalami komplikasi paska-aborsi, yaitu mengalami peradangan, robek dinding
rahim, pendarahan atau gangguan kandung kemih. Dari 10-15% aborsi yang
dilakukan sesudah trimester pertama dengan metode ini, dua pertiga pasien
mengalami komplikasi dan separuhnya bahkan meninggal dunia.
Metode ini mempunyai variasi, yaitu
mengeluarkan janin secara utuh, prosedurnya dinamakan Dilation and Extraction.
Dengan metode ini, janin masih tampak utuh, tidak terpotong-potong. Akan
tetapi, meskipun dikeluarkan utuh (kepala tidak terpisah), bagian tengkorak
kepala tetap ditusuk terlebih dahulu untuk menyedot otak sehingga bagian kepala
janin menjadi cukup kecil untuk dikeluarkan melewati cervix.
RISIKO ABORSI
Risiko
aborsi terhadap kesehatan wanita :
- Kerusakan rongga rahim,
komplikasi, pendarahan.
- Masalah pada kehamilan berikutnya,
yaitu keguguran atau kelahiran prematur.
- Kematian
- Kanker payudara
Di samping adanya risiko terhadap
kesehatan fisik, aborsi membawa risiko terhadap kesehatan mental, yang dikenal
dengan Post Abortion Syndrome (PAS), atau Sindrom Paska Aborsi. Aborsi
dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan wanita dari peran sebagai ibu, akan
tetapi, menurut hasil penelitian, pada wanita yang melakukan aborsi, perasaan
sebagai ibu ini tetap tinggal dengan kuat meskipun janin/bayi itu telah ‘ditiadakan’,
dan inilah yang membawa dampak psikologis berkelanjutan. Reaksi negatif yang
muncul paska aborsi antara lain rasa duka, rasa bersalah, rasa malu, rasa
marah, rasa menyesal, dan meningkatnya gejala gangguan emosional. Dampak emosional negatif ini bahkan bisa berlangsung seumur hidup.
Berikut adalah sharing pengalaman wanita
yang melakukan aborsi dengan metode oral-medication
(meminum obat)
Saya berusia 26 tahun, ibu dari dua
anak. Akhir November, saya menyadari bahwa diri saya hamil. Kehamilan ini tidak
saya rencanakan bersama suami. Waktu itu saya menangis karena memiliki anak
lagi akan menjadi terlalu berat bagi kami. Anak kami yang tertua sedang sakit
dan dalam satu bulan terakhir, dua kali opname di rumah sakit. Kami juga masih
mempunyai banyak hutang. Akhirnya, pada tanggal 31 Januari, saya memutuskan
untuk mengakhiri kehamilan saya. Saya menempuh aborsi dengan meminum obat dan
menggunakan obat vaginal. Pada keesokan harinya, saya terbangun karena merasa
basah di kasur, saya pikir anak saya mengompol, tapi ternyata saya lah yang
membasahi tempat tidur. Jantung saya berdegup kencang. Saya pergi ke toilet dan
duduk di kloset. Baru saja saya hendak kembali ke kamar, tiba-tiba saya
merasakan ada sesuatu yang keluar. Saya terkejut bukan main ketika melihat
sesuatu yang keluar itu, saya melihat seorang bayi. Saya tidak pernah berpikir
bahwa seperti itulah yang akan saya lihat. Mereka mengatakan bahwa itu hanyalah
jaringan, tapi TIDAK, itu adalah seorang bayi – dengan tangan dan kaki!! Saya pun menjerit dan menangis keras-keras.
“Ya Tuhan, itu adalah bayiku!!” Suamiku datang dan ikut menjerit serta
menangis. Sesungguhnya, dia tidak ingin menggugurkan bayi kami. Semua ini
adalah keputusanku, dan karenanya, aku benar-benar merasa bahwa aku adalah
seorang ibu yang payah, membunuh anakku sendiri. Aku menyesal tidak berjuang
untuk bayiku seperti suamiku berusaha berjuang untuknya.
(Filipina, 23 Februari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar