Jumat, 25 April 2014

Aborsi

Aborsi adalah sebuah tindakan mengakhiri kehamilan sebelum janin/bayi mampu hidup mandiri di luar tubuh ibunya, sehingga dengan kata lain, dengan tindakan aborsi, tidak akan lahir seorang bayi dengan selamat.

PROSEDUR ABORSI

Kuret (sedot)
Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Pelaksanaannya diawali dengan bius lokal, yaitu pada daerah serviks. Sebuah spekulum dimasukkan ke dalam vagina, bius disuntikkan pada bibir serviks, dan kemudian serviks direnggangkan. Ketika serviks telah cukup membuka, sehingga dokter bisa mencapai rongga rahim, maka cannula dimasukkan. Cannula ini ujungnya terhubung dengan aspirator (mesin penyedot). Cannula diputarkan di rongga rahim  dan jaringan di rahim beserta janin disedot keluar. Kadang kala, bersama cannula, digunakan juga forceps untuk menyedot bagian tubuh janin, yaitu tulang belakangnya. Proses selesai ketika sudah tidak ada lagi jaringan yang tersedot (mengalir keluar). Kadangkala dokter melakukan scrab pada lapisan dinding rahim sesudah penyedotan selesai. Ketelitian dan kehati-hatian memang sangat dituntut guna menghindari robeknya rahim yang dapat mengakibatkan pendarahan. Peradangan juga dapat terjadi jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian tubuh janin yang tertinggal di dalam rahim. Pendarahan atau peradangan inilah yang disebut komplikasi paska-aborsi. Jika fatal, bisa berakhir pada operasi pengangatan rahim. Metode kuret ini hanya dilakukan untuk aborsi pada kehamilan trimester pertama, atau sebelum kehamilan berusia 12 minggu.



Meminum obat (oral medication)
Metode ini digunakan untuk menggugurkan janin pada awal kehamilan, yaitu dengan meminum obat jenis mifepristone. Obat ini bekerja dengan menghambat produksi dan mempengaruhi kinerja hormon progesteron. Hormon progesteron dibutuhkan untuk mempertahankan kehamilan pada usia awal. Ketika hormon progesteron kurang atau tidak bekerja dengan baik, maka rahim berkontraksi, lapisan endometrium tidak bersahabat dengan embrio yang sedang menempelkan diri, dan serviks melunak mendorong proses penyingkiran embrio (peluruhan). Sekalipun proses aborsi dengan metode ini seolah-olah lebih alami, namun wanita merasakan keluarnya embrio dari jalan lahir (hal ini tidak dialami pada prosedur aborsi kuret), dan meskipun pada saat ini embrio masih sangat kecil, wanita masih bisa mengenali sesosok tubuh pada gumpalan darah yang keluar tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari shock atau trauma atas hal ini, disarankan agar wanita mempersiapkan diri dengan mengetahui gambaran embrio dengan ukuran yang sebenarnya pada usia kehamilannya.

Dilation and Evacuation (D&E)
Metode ini adalah metode yang digunakan apabila masa kehamilan telah melewati trimester pertama (ketika pasien terlambat mengambil keputusan aborsi). Pada metode ini, secara umum pasien mengalami prosedur pembukaan serviks (dilation) sebagai persiapan operasi selama 1-2 hari. Operasi dilakukan dengan memasukkan spekulum yang ukurannya sesuai dengan ukuran janin dan forceps. Bagian tubuh janin dijepit secara acak dan ditarik keluar. Umumnya dokter menggunakan USG agar dinding rahim tidak ikut terjepit dan terobek. Oleh karena prosedurnya dilakukan dengan menarik secara acak bagian tubuh janin, biasanya bagian tubuh janin menjadi robek dan tidak utuh lagi, melainkan terpisah-pisah, dan karenanya, dokter harus melakukan beberapa kali pengambilan hingga semua bagian tubuh terambil dari uterus. Bagian tengkorak janin biasanya dihancurkan terlebih dahulu agar mudah dikeluarkan. Kemudian plasenta yang tertinggal disedot.
Metode ini paling berbahaya, karena darah yang keluar lebih banyak, dan wanita yang menjalaninya lebih berisiko mengalami komplikasi paska-aborsi, yaitu mengalami peradangan, robek dinding rahim, pendarahan atau gangguan kandung kemih. Dari 10-15% aborsi yang dilakukan sesudah trimester pertama dengan metode ini, dua pertiga pasien mengalami komplikasi dan separuhnya bahkan meninggal dunia.
Metode ini mempunyai variasi, yaitu mengeluarkan janin secara utuh, prosedurnya dinamakan Dilation and Extraction. Dengan metode ini, janin masih tampak utuh, tidak terpotong-potong. Akan tetapi, meskipun dikeluarkan utuh (kepala tidak terpisah), bagian tengkorak kepala tetap ditusuk terlebih dahulu untuk menyedot otak sehingga bagian kepala janin menjadi cukup kecil untuk dikeluarkan melewati cervix.




RISIKO ABORSI

Risiko aborsi terhadap kesehatan wanita :
  • Kerusakan rongga rahim, komplikasi, pendarahan.
  • Masalah pada kehamilan berikutnya, yaitu keguguran atau kelahiran prematur.
  • Kematian
  • Kanker payudara

Di samping adanya risiko terhadap kesehatan fisik, aborsi membawa risiko terhadap kesehatan mental, yang dikenal dengan Post Abortion Syndrome (PAS), atau Sindrom Paska Aborsi. Aborsi dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan wanita dari peran sebagai ibu, akan tetapi, menurut hasil penelitian, pada wanita yang melakukan aborsi, perasaan sebagai ibu ini tetap tinggal dengan kuat meskipun janin/bayi itu telah ‘ditiadakan’, dan inilah yang membawa dampak psikologis berkelanjutan. Reaksi negatif yang muncul paska aborsi antara lain rasa duka, rasa bersalah, rasa malu, rasa marah, rasa menyesal, dan meningkatnya gejala gangguan emosional. Dampak emosional negatif ini bahkan bisa berlangsung seumur hidup. 

Berikut adalah sharing pengalaman wanita yang melakukan aborsi dengan metode oral-medication (meminum obat)

Saya berusia 26 tahun, ibu dari dua anak. Akhir November, saya menyadari bahwa diri saya hamil. Kehamilan ini tidak saya rencanakan bersama suami. Waktu itu saya menangis karena memiliki anak lagi akan menjadi terlalu berat bagi kami. Anak kami yang tertua sedang sakit dan dalam satu bulan terakhir, dua kali opname di rumah sakit. Kami juga masih mempunyai banyak hutang. Akhirnya, pada tanggal 31 Januari, saya memutuskan untuk mengakhiri kehamilan saya. Saya menempuh aborsi dengan meminum obat dan menggunakan obat vaginal. Pada keesokan harinya, saya terbangun karena merasa basah di kasur, saya pikir anak saya mengompol, tapi ternyata saya lah yang membasahi tempat tidur. Jantung saya berdegup kencang. Saya pergi ke toilet dan duduk di kloset. Baru saja saya hendak kembali ke kamar, tiba-tiba saya merasakan ada sesuatu yang keluar. Saya terkejut bukan main ketika melihat sesuatu yang keluar itu, saya melihat seorang bayi. Saya tidak pernah berpikir bahwa seperti itulah yang akan saya lihat. Mereka mengatakan bahwa itu hanyalah jaringan, tapi TIDAK, itu adalah seorang bayi – dengan tangan dan kaki!!  Saya pun menjerit dan menangis keras-keras. “Ya Tuhan, itu adalah bayiku!!” Suamiku datang dan ikut menjerit serta menangis. Sesungguhnya, dia tidak ingin menggugurkan bayi kami. Semua ini adalah keputusanku, dan karenanya, aku benar-benar merasa bahwa aku adalah seorang ibu yang payah, membunuh anakku sendiri. Aku menyesal tidak berjuang untuk bayiku seperti suamiku berusaha berjuang untuknya. 
(Filipina, 23 Februari 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar